Rabu, 17 Juni 2015

Ilmu, rizki dan amal

Ilmu, Rizki, dan Amal

Oleh: Prayogo

(Seperti telah dimuat di milis ITB-79, 15 Feb 2013)

Teman-temanku rahimakumullah

Dunia bukanlah segala-galanya, akan mengalami kehancuran. Ia hanya jembatan penyeberangan belaka. Segala prasarana dan sarana yang AllahSubhanahu wa Ta’ala adakan di dunia ini harta, kekuasaan dan lain2, semestinya dioptimalkan sebesar-besarnya untuk kepentingan yang lebih besar, meraih kehidupan akhirat yang paling baik.

Karena itu pada hakikatnya dunia tidak tercela dzatnya. Pujian atau celaan tergantung pada tindak tanduk seorang hamba dalam menjalani siklus kehidupan di dunia. Kehidupan yang baik yang diperoleh penduduk surga, tidak lain karena kebaikan dan amal shalih yang telah mereka tanam ketika di dunia. Maka dunia kampung jihad, shalat, puasa, dan infak di jalan Allah, serta medan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah berfirman:

(kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”. (QS al-Haqqah/69:24)

Teman-temanku ingatlah terhadap empat hal:

1. Aku tahu bahwa rezkiku tidak akan dimakan orang lain, maka tentramlah jiwaku

2. Aku tahu bahwa amalku tidak akan dilakukan orang lain, maka akupun disibukkannya

3. Aku tahu bahwa kematian akan datang tiba-tiba, maka segera aku menyiapkannya

4. Dan aku tahu diriku tidak akan lepasdari pantauan Allah, maka aku akan merasa malu kepada-Nya

Dalam kesempatan ini marilah kita mendulang faedah dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu dibaca setiap pagi hari setelah shalat shubuh sebelum beliau melakukan aktifitas kesehariannya. Sebuah doa yang berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari salah seorang isteri Nabi Ummu Salamah radhiyallahu anha

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً.

 

Allohumma innii as-aluka ‘ilman naafi’aa, wa rizqon thoyyibaa, wa ‘amalan mutaqobbalaa.

“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezki yang halal dan amal yang diterima.”

Seorang muslim yang berusaha meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendaklah mempelajari pelajaran dan mutiara hikmah yang terkandung dalam doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Agar kita dapat membacanya dengan hati yang utuh, dengan menghadirkan jiwa & dapat mengamalkan konsekuensi2 dari doa yang kita baca tsb sesuai dengan tuntutan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Marilah kita memetik beberapa pelajaran2 yang dijelaskan para ulama Islam tentang hadits sekaligus doa yang senantiasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Pelajaran 1: Seseorang hendaknya menentukan tujuan sebelum beraktifitas. Karena ini adalah salah satu kunci sukses dalam hidup. Dan tujuan seorang muslim dalam aktifitas sehari-hari adalah 3 hal

Pelajaran 2: Seorang muslim hendaknya selalu meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam mewujudkan / merealisasikan tujuannya, cita2 yang ingin dia dapatkan. Ia harus memperdalam tawakalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia harus menancapkan di dalam sanubarinya prinsip laa haula wa laa quwata illa billah (Tidak ada daya & kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala). Lihat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau adalah kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala , beliau tidak pernah menggantungkan asanya dengan dirinya sendiri. Beliau berdoa, meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala setiap pagi untuk diberi ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal & baik, dan amal yang diterima. Beliau Nabi, beliau pemimpin ummat manusia, namun begitu besar tawakalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, begitu besar pengharapan beliau kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan beliau selalu meminta pertolongan kepada Allah .Subhanahu wa Ta’ala. Berbeda dengan Karun yang meyakini bahwa kekayaannya diperoleh karena keahlaiannya semata. Pola pikir semacam ini menyebabkan Karun diadzab ditelan bumi. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. (QS al-Qashash/28: 78).

“Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS al-Qashash/28: 81).

Ingkar terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dan beranggapan bahwa rezeki dan keberhasilan adalah hasil dari kecerdasan dan kerja keras manusia semata menjadi penyebab hancurnya segala kenikmatan. Oleh karena itu marilah kita perbesar  tawakal kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla

Pelajaran 3: Bahwa permintaan 1 yang diminta oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bersumber dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala & hadits2 shahih dengan pemahaman yang benar, pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam & para sahabatnya. Ilmu yang melahirkan & menumbuhkan rasa takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla  dan membuat kita beramal yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar yakni menjalankan perintah2-Nya dan menjauhi larangan2-Nya. Inilah ilmu yang bermanfaat. Ilmu ini akan membuahkan buahnya yang terpenting yaitu khosyatulloh (takut kepada Allah), sebagaimana firman Allah  ‘Azza wa Jalla.

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang berilmu” (QS. Fathir/35: 28)

Dan sekaligus doa di atas memerintahkan kita untuk berusaha menuntut ilmu agama agar tercipta persatuan antara doa & ikhtiar seorang anak manusia. Tuntutlah ilmu agama agar kita mendapat ilmu yang bermanfaat sebagaimana yang kita minta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Karena ibadah ini, ibadah yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala  sebagaimana disabdakan

 طلب العلم فريضة على كل مسلم

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala  mewajibkan kita shalat 5 waktu Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mewajibkan kita menuntut ilmu agama. Sebagaimana Allah mewajibkan kita puasa ramadhan, Allah pun mewajibkan kita untuk melangkahkan kaki kita, meluangkan waktu kita, mencurahkan tenaga & pikiran kita untuk mengkaji firman2 Allah dan untuk membahas sunnah2 Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu marilah kita menuntut ilmu agama sehingga kita mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Pelajaran 4: Permintaan ke 2 yang diminta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah rezki yang halal & baik. Oleh karena itu seorang muslim hendaknya selalu meminta rezki yang halal & baik dan berusaha mencari rezki yang halal tersebut. Hendaklah ia memperhatikan darimana ia mendapatkan hartanya, apa hukum profesi yang digelutinya. Agar dia dapat memastikan bahwa seluruh yang ia konsumsi, istrinya, anak2nya berasal dari harta yang halal. Jangan sampai ada satu suappun berasal dari harta yang haram. Mengapa demikian?  Karena apabila kita mengambil rezki yang haram,

yang kita pertaruhkan adalah terkabulnya do’a2 kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah Maha baik, tidak menerima kecuali yang baik-baik.” Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh sampai kusut tampangnya dan penuh debu, ia mengangkat tangannya ke langit sambil berseru, “Ya Rabb, Ya Rabb.” Sementara makanannya, minumannya, dan pakaiannya adalah haram. Iapun dikeyangkan dari sesuatu yang haram. Maka bagaimana akan dikabulkan doanya. (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim)

yang kita pertaruhkan amal ibadah kita, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Tidak akan diterima shalat tanpa bersuci dan tidak akan diterima sedekah dari hasil khianat (harta yang haram)” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim)

yang kita pertaruhkan masa depan kita di akhirat, negeri yang abadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.” (HR Ahmad dan ad-Darimi, dishahihkan oleh al-Albani)

Mencari rezeki harus dilandasi dengan niat yang ikhlas. Kita banyak mengenal dalam kehidupan bagaimana seorang ayah, seorang suami yang berletih-letih mencari rezki akan tetapi ia tidak pedulikan apakah itu halal atau haram. Bagaimana uang yang didapat dengan keletihan, dengan segala daya & upaya yang dia miliki dihambur2kan, dibuang, tidak berarti  oleh anak2 dan istrinya kepada sesuatu yang tidak ada manfaat bagi dunianya & akhiratnya. Dia tidak bisa berbahagia dengan keluarganya. Siangnya dia habiskan di perusahaannya malamnya dia habiskan bersama teman2 bisnisnya. Begitu hari2nya. Dia terjerumus kedalam maksiat2 yang akhirnya menjebabkan dia dalam su’ul khatimah di akhir kehidupannya. Dan di akhir kematiannya anak2nya mengasah parang berebut harta warisan.

Lihat bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mencoba orang tersebut dengan rezki yang dia cari. Allah binasakan dia, Allah celakakan dia, Allah habiskan hidupnya akibat dari rezki yang dia cari dengan tidak halal.

Sebaliknya berapa banyak seorang suami, seorang laki2 mencari rezeki di landaskan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tuntun hidupnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan berikan ketenangan, kebahagiaan kedalam hatinya & hati orang2 yang bersamanya, istri & anak2nya. Sehingga dengan ketenangan tersebut dia bisa menapaki kehidupan sekalipun menurut pandangan orang lain dia kekurangan.

Jaman yang telah disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  jaman yang tidak peduli dari yang halal & haram di saat itu pula kita dituntut untuk benar2 mencari harta yang halal. Kita mengharapkan setiap istri & anak menghantar kita setiap pagi kemudian membisikkan kata ke telinga kita yang seharus dihapal oleh suami atau ayah, wahai ayah, wahai suami, kami sabar atas lapar & haus di dunia akan tetapi kami tidak sabar api neraka jahannam di akhirat. Jika seandainya ini dibawa setiap suami atau ayah yang berangkat ke tempat kerja, ter-ngiang2 kata2 istri & anaknya untuk mencari harta yang halal saja yang bisa mendatangkan keberkahan, ketenangan, yang tidak di kejar2 dosa & maksiat. Maka niscaya apa yang terjadi di negara kita ini dari kerusakan, kehancuran, dari korupsi, dari perampokan, pencurian dan semacamnya akan hilang karena semuanya telah berusaha mencari harta yang halal.

Pelajaran 5: Permintaan ke 3 yang diminta Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah amal ibadah yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Doa ini menunjukkan amal ibadah kita tidak pasti diterima oleh Allah. Fakta ini didukung dengan berbagai dalil baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah. Diantara sebuah hadits riwayat Imam Ahmad didalam musnadnya.

“Betapa banyak orang yang berpuasa ia tidak mendapatkan ganjaran apa2 dari puasanya kecuali hanyalah lapar & dahaga. Dan betapa banyak orang yang shalat malam (shalat tahajjud) ia tidak mendapatkan ganjaran dari shalatnya kecuali rasa kantuk”

 

Ini menunjukkan tidak setiap amal yang dilakukan manusia pasti diterima, pasti membuahkan pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ulama kita telah menjelaskan amal ibadah apabila ingin diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, membuahkan pahala disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala maka pelakunya harus melaksanakan 2 syarat diterimanya amal ibadah.

Dalil dari dua syarat diterimanya amal ibadah disebutkan sekaligus dalam firman Allah Ta’ala,

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya“.” (QS. Al Kahfi: 110)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam..”

Al Fudhail bin ‘Iyadh tatkala menjelaskan mengenai firman Allah Ta’ala

“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2), beliau mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas dan showab (mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”

Lalu Al Fudhail berkata,  “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan showab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan showab apabila mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Dua syarat diterimanya amalan ditunjukkan dalam dua hadits.

Hadits pertama dari ‘Umar bin Al Khaththabb, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena  Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita, pen)” (HR. Bukhari no. 6689 dan Muslim no. 1907)

Hadits kedua dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Dan

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”(HR. Muslim no. 1718.).

Dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits ‘innamal a’malu bin niyat’ [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali

Teman2ku yang dirahmati Allah, hidup ini sangat singkat, hidup ini hanya sekali saja. Oleh kerena marilah kita isi hidup ini dengan mengamalkna doa yang disampaikan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam  dan membumikannya dalam kehidupan sehar-hari. Marilah kita menuntut ilmu agama, marilah kita mencari rizki yang halal, dan marilah kita berupaya dan berusaha untuk mengamalkan amal ibadah yang diterima oleh Allah, yang ikhlas kepada-Nya dan mengikuti tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Faedah doa rizki, ilmu dan amal

Faedah doa rizki, ilmu dan amal

Pembaca sekalian, do’a adalah bagian dari ibadah yang paling utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa adalah ibadah” Kemudian beliau membaca ayat (yang artinya), “Rabb-mu berfirman : ‘Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan permintaan kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku pasti akan masuk ke dalam Jahannam dalam keadaan hina.” (QS. Ghafir : 60) (HR. Tirmidzi, dinyatakanshahih oleh Syaikh Al Albani). Melalui kesempatan kali ini, marilah kita menelaah faidah dari salah satu doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memohon ilmu, rizki, dan amal.

Teks Hadits

Dari Ummul Mu’minin, Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa setelah shalat shubuh, “Allāhumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqan thayyiban, wa ‘amalan mutaqabbalan”, (Ya Allah aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad, Ath Thabrani, An Nasaa-I, dan lainnya. Ibn Hajar Al ‘Asqalani dalamNataa–ijul Afkar (2/329) dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh ‘Abdul Qadir Al Arnauth dalam tahqiq untuk Zaadul Ma’ad(2/342) menilai hadits ini derajatnya hasan. Kemudian hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Ibn Majah no 925.

Faidah dari doa tersebut dijelaskan dalam poin-poin berikut ini.

Awal Hari, Penetapan Tujuan Seorang Muslim

Apabila kita renungkan, pembaca yang mulia, antara doa yang diucapkan oleh Nabi shallallahu  ‘alaihi wa sallam pada setiap shalat shubuh dengan waktu disyariatkannya doa tersebut, maka akan kita dapati adanya kesesuaian. Waktu shubuh ialah waktu pembuka suatu hari bagi seorang muslim. Alangkah agungnya bila di waktu tersebut seorang hamba memanjatkan doa kepada Allah Ta’ala akan tiga perkara : ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima.

Apabila kita renungkan kembali tentang tiga perkara tersebut, akan kita dapati bahwasanya tiga hal tersebut : ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima, ialah tujuan hidup seorang muslim. Apabila ia mengumpulkan seluruh tujuan-tujuan dalam kesehariannya dan meringkasnya, pada akhirnya ia akan kembali pada tiga hal ini. Maka jadilah doa ini sebagai pembuka keseharian seorang muslim, dan hal ini setidaknya mengandung dua perkara :

Adanya penetapan tujuan di awal hari. Bukankah diantara sebab kesuksesan -sebagaimana yang dikatakan berbagai motivator dan trainer- ialah seorang hendaknya menentukan tujuan kerjanya dengan jelas? Sehingga tergambar jelas di benaknya, apa tujuan yang harus ia capai pada hari itu, dan memotivasi agar tercapainya tujuan tersebut.Menghadap kepada Allah Ta’aladalam rangka memohon pertolongan dan tercapainya tujuan, dengan cara berdoa di awal hari.

Ilmu, Sarana Utama Meraih Rizki dan Amal

Disebutkannya ilmu yang bermanfaat di awal doa, ialah dalil yang jelas bahwa ilmu didahulukan sebelum amal. Allah Ta’alaberfirman (yang artinya), “Maka ilmuilah, bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu” (QS Muhammad : 19)

Dalam ayat ini terkandung faidah bahwa ilmu didahulukan sebelum beramal, yaitu amalan memohon ampunan. Apabila kita kembali pada teks doa, maka akan kita dapati bahwa penyebutan ilmu didahulukan sebelum penyebutan rizki dan amal. Inilah dalil bahwasanya baiknya amal dan rizki dibangun berlandaskan ilmu. Ilmulah yang akan membedakan mana rizki yang halal dan mana yang haram, begitu pula mana amal yang diterima dan mana amal yang tertolak. Apabila ilmu ini tidak ada pada diri seseorang, niscaya akan bercampur rizkinya antara yang halal dan haram, dan amal yang diterima dan tertolak. Ia tidak akan mampu membedakan keduanya, kecuali dengan ilmu.

Ilmu harus menjadi perhatian utama seorang muslim, sebelum mencari rizki dan beramal. Sebagaimana kata ‘Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa beribadah kepada Allah tanpa ilmu, kerusakan yang ditimbulkannya akan lebih besar dari kebaikan yang ia hasilkan”.

Saudaraku, Datangilah Majelis Ilmu

Ulama berkata, doa haruslah diiringi dengan tindakan nyata. Oleh karena itu, doa memohon ilmu yang bermanfaat, “Allāhumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an”, harus diiringi dengan upaya menuntut ilmu, yaitu berangkat menuju majelis ilmu, menelaah kitab, membahas masalah agama, dan segala perantara untuk mendapatkan ilmu. Bukanlah termasuk upaya mengambil sebab untuk mendapatkan ilmu, seseorang yang berdoa di tiap shalat shubuh memohon agar diberi ilmu yang bermanfaat namun setelah itu ia tidur hingga siang tanpa melakukan apa-apa. Hal ini tidak seharusnya dilakukan oleh orang yang berdoa dengan doa ini.

Tambah Selalu Ilmumu!

Merupakan konsekuensi bagi seorang yang berdoa dengan doa ini pada setiap harinya ketika shubuh, ialah hendaknya ia tidak melewatkan hari-harinya kecuali bertambah ilmunya, bertambah penelaahannya atas suatu masalah, hukum syariat, intensitasnya menghadiri kajian, membaca buku-buku yang bermanfaat, dan aktifitas lainnya dalam menuntut ilmu. Adapun satu hari yang ia luput darinya faidah dalam agamanya, maka itu musibah!

Dua Jenis Ilmu

Doa “Allāhumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an” di dalamnya terkandung pelajaran bahwa ilmu terbagi menjadi dua jenis :

Ilmu yang menimbulkan kerusakan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu sesuatu yang dapat memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya (yaitu ilmu sihir –pen)” (QS Al Baqarah : 102). Dan betapa banyak ilmu seperti ini di zaman kita!Ilmu yang bermanfaat bagi manusia. Ilmu inilah yang dimaksud dalam doa diatas. Dalam sebagian doa, Nabi shallallahu alaihi wa sallamjuga berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Definisi ilmu yang bermanfaat ialah : ilmu yang dzatnya itu sendiri memang bermanfaat, dan ilmu tersebut mampu memberi manfaat bagi siapa saja yang menelaahnya dan mempelajarinya.  Terkadang, suatu ilmu itu dzatnya bermanfaat namun orang yang mempelajarinya tidak memperoleh manfaat dari ilmu tersebut. Ia mempelajarinya namun tidak mendapat tambahan kebaikan, petunjuk, ketaqwaan dan kedekatan pada Allah Ta’ala. Inilah yang juga termasuk dalam definisi ilmu yang tidak bermanfaat. Wal ‘iyadzubillah, kita berlindung dari yang demikian.

Ilmu yang bermanfaat kedua adalah ilmu yang secara dzatnya adalah ilmu yang mubah dan memiliki manfaat untuk manusia, seperti ilmu kedokteran, ilmu teknik, dan lainnya. Akan tetapi, dengan niat baik orang yang mempelajarinya, jadilah ilmu tersebut ilmu yang bermanfaat.

Mencari Rizki Haruslah yang Thayyib

Dalam doa ini terkandung anjuran bagi seorang muslim untuk mencari rizki setiap hari, tentunya dengan senantiasa menghadapkan diri bertawakkal pada AllahTa’ala. Dalam kalimat doa “wa rizqan thayyiban” terkandung makna bahwa rizki ada dua : thayyib (baik, halal) dan khabits(kotor, haram). Kita katakan bahwa segala jenis hal : makanan, minuman, pakaian, ada yang thayyib dan khabits.

Yang thayyib ialah yang secara dzatnya halal, bukan termasuk dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah, dan didapatkan melalui cara yang baik pula. Maka haruslah bagi setiap muslim untuk mampu membedakan mana yang baik mana yang buruk, hingga makanannya, minumannya, pakaiannya semuanya baik.

Terdapat hadits Nabi shallallahu  ‘alaihi wa sallam yang menceritakan seorang laki-laki melakukan perjalanan jauh, tubuhnya diliputi debu lagi kusut, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Wahai Rabb–ku, wahai Rabb–ku’. Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya juga berasal dari yang haram. Maka Nabi bersabda, “Bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?” (HR Muslim)

Oleh karena itu sebagian salaf berkata, “Baguskan makananmu (yaitu bersihkan dari hal yang haram) niscaya do’amu akan terkabul”. Maka dalam doa meminta rizki yang thayyib, terkandung pula makna agar seorang itu haruslah menjauh dari mata pencaharian yang haram berupa riba, judi, tipu menipu, jual beli yang haram, dan sebagainya.

Amalan yang Diterima

Amal shalih yaitu amal yang memenuhi dua syarat :

Ikhlas karena Allah Ta’alaMutaba’ah, sesuai dengan sunnah Nabi

Sesungguhnya Allah hanyalah menerima amal yang shalih sesuai dua syarat tersebut, ikhlas dan mencocoki sunnah. Fudhail ibn ‘Iyadh berkata mengenai firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya” (QS. Al Mulk : 2), beliau jelaskan yaitu “(Amal yang paling baik) ialah yang paling ikhlas dan paling benar”. Ada seorang yang bertanya, “Wahai Abu Ali, apa yang dimaksud paling ikhlas dan paling benar?”

Beliau jawab, “Sesungguhnya amal apabila dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar (tidak sesuai sunnah), tidaklah diterima. Apabila benar namun tidak ikhlas juga tidak diterima, sampai amal tersebut ikhlas dan benar”. Ikhlas yaitu karena Allah semata, dan benar yaitu sesuai sunnah.

Inilah, para pembaca sekalian, doa yang sangat agung bagi seorang muslim. Barangsiapa yang masih belum tahu, atau tahu namun belum hafal, hendaknya ia meninjau kembali berbagai keutamaan dan kandungan doa ini dan ia berdoa dengannya di setiap setelah shalat shubuh dengan “Allāhumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqan thayyiban, wa ‘amalan mutaqabbalan”. Semoga Allah mudahkan untuk mengamalkannya. Wa billahit taufiq.

(Disadur secara bebas dari muhadharah Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq ibn ‘Abdil Muhsin Al Abbad Al Badr hafizhahullahudalam http://al-badr.net/dl/doc/FgQwzICDPd)

Penulis                 : Yhouga Ariesta, S.T. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah           : Ustadz Abu Salman, B.I.S

Kamis, 11 Juni 2015

Buku AKU CINTA ISLAM - EDISI : AHLAK MULIA

Buku "AKU CINTA ISLAM -  AHLAK MULIA", memberikan pemahaman kepada anak mengenai
- Sabar
- Jujur
- Takwa
- Istiqomah
- Qana'ah
- Malu
- Tawadh'u
- Amannah
- Dermawan

Harga @ 70.000
PENERBIT : PERISAI QURAN KIDS

Sudah bisa diorder untuk  Buku Islam anak-anak, order via SMS atau WA.  081293951921, BB pin 57116CB7.
Pengiriman setiap hari kerja dari jam 7.00-10.00 WIB.
Terima Kasih

TOKO BUKU ALBANA
Team Marketing

Buku SERIAL ULAMA AHLUSSUNNAH

Buku Paket " SERIAL ULAMA AHLUSSUNNAH " terdiri dari 10 Buku, memberikan pengetahuan kepada anak mengenai para ulama ahlussunah adalah sangat penting mengingat para ulama adalah pewaris para nabi, merekalah yang melanjutkan perjuangan para nabi dalam menyebarkan ilmu dan wahyu yang telah Allah turunkan, menyelamatkan seluruh umat manusia dari lembah kesesatan menuju cahaya dan rahmat Allah.

Harga Paket Buku SERIAL ULAMA AHLUSUNNAH @ 245.000 (Mohon maaf untuk paket ini tidak bisa dijual perbuku).
Terdiri dari 10 Buku al.
- IMAM ABU HANAFI
- IMAM MALIK
- IMAM ASY-SYAFI'I
- IMAM AHMAD
- IMAM BUKHARI
- IMAM MUSLIM
- IMAM TIRMIDZI
- IMAM ABU DAWUD
- IMAM IBNU MAJAH
- IMAM AN-NASA'I
PENERBIT PERISAI QURAN KIDS

Sudah bisa diorder untuk  Buku Islam anak-anak, order via SMS atau WA.  081293951921, BB pin 57116CB7.
Pengiriman setiap hari kerja dari jam 7.00-10.00 WIB.
Terima Kasih

TOKO BUKU ALBANA
Team Marketing

Buku serial ibadah

Buku Paket " SERIAL IBADAH " terdiri dari 6 judul buku al. Juz Amma, Doa-doa Pilihan, Ayo Belajar Bersuci, Ayo Belajar Sholat, Ayo Sholat Berjamaah, Dzikir-dzikir, Ayo Puasa, Ayo Kita Zakat, Ayo Belajar Haji.
Buku ini memberi pengetahuan kepada anak-anak menganai tata cara beribadah yang sudah diatur Allah melalui Rosulullah, dilengkapi dengan doa-doa, dzikir setelah sholat, apa itu puasa yang saat ini sangat tepat ,mengingat sebentar lagi bulan romadhon. Semoga anak-anak kita kelak bisa menjalankan ibadahnya dengan baik dan benar sesuai yang diajarkan Rosulullah.

Harga Paket Buku SERIAL IBADAH @ 234.000 (Apabila ingin membeli satu paket)
Harga perbuku :
- JUZ AMMA @ 50.000
- DOA-DOA PILIHAN @ 25.000
- AYO BELAJAR BERSUCI @ 25.000
- AYO BELAJAR SHOLAT @ 25.000
- AYO SHOLAT BERJAMAAH @ 17.000
- AYO BERPUASA @ 25.000
- AYO KITA ZAKAT @ 25.000
- AYO BELAJAR HAJI @ 25.000
PENERBIT PERISAI QURAN KIDS

Sudah bisa diorder untuk  Buku Islam anak-anak, order via SMS atau WA.  081293951921, BB pin 57116CB7.
Pengiriman setiap hari kerja dari jam 7.00-10.00 WIB.
Terima Kasih

TOKO BUKU ALBANA
Team Marketing

Senin, 01 Juni 2015

Darimana kalian megambil agama kalian

Memilih-Milih Guru/Ustadz dalam Menuntut Ilmu ?
Diposkan oleh Abu Al-Jauzaa' : di 07.26
Label: Manhaj
Tanya : Ada sebagian orang yang yang mengatakan bahwa kita tidak boleh memilih-milih guru atau ustadz dalam menuntut ilmu agama karena (katanya) jika kita punya sikap memilih-milih menunjukkan bahwa kita termasuk orang yang sombong. Namun sebagian lain mengatakan bahwa kita tidak boleh sembarangan memilih guru/ustadz dalam hal itu. Bagaimana sebenarnya kedudukan permasalahan ini ?

Jawab : Ilmu agama (ilmu syar’i) adalah adalah sarana dalam memperoleh keselamatan dan kemenangan dunia - akhirat. Allah ta’ala telah berfirman :

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا

”Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [QS. Al-Fath : 28].

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" [QS. Al-Baqarah : 201].

Mengenai ayat di atas, Al-Hasan (w. 110 H) berkata : ”Yang dimaksud dengan kebaikan dunia adalah ilmu dan ibadah”. Beliau menambahkan : ”Dan kebaikan akhirat – maksudnya adalah surga” [Jaami’ Bayaanil-’Ilmi wa Fadhlihi oleh Ibnu ’Abdil-Barr, hal. 36, Maktabah Al-Misykah].

Disebabkan ilmu agama adalah ilmu yang sangat mulia, maka ia tidaklah boleh dituntut kecuali dari orang-orang yang ikhlash, terpercaya, lagi mempunyai pemahaman yang lurus. Allah telah memberikan contoh yang sangat baik kepada kita akan hal tersebut, yaitu ketika Dia mengisahkan pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir ’alaihimas-salaam :

فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا * قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" [QS. Al-Kahfi : 65-66]

Di sini Allah telah memerintahkan Nabi Musa untuk menemui Nabi Khidir yang mempunyai keutamaan besar di sisi Allah. [1]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين وتأويل الجاهلين وانتحال المبطلين قال فسبيل العلم ان يحمل عمن هذه سبيله ووصفه

”Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi. Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, ta’wil orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang bathil. Ilmu ini hanya layak disandang oleh orang-orang yang memiliki karakter dan sifat seperti itu” [lihat Al-Jaami’ li-Akhlaqir-Raawi wa Adabis-Saami’ oleh Al-Khathib Al-Baghdadi 1/129 – shahih].

Oleh karena itu, para ulama telah memberikan peringatan bahwa ilmu agama ini tidaklah dituntut secara sembarangan kepada setiap orang tanpa ”seleksi”. Hal ini tercermin dalam pesan beliau shallallaahu ’alaihi wasallam kepada Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma :

يا بن عمر دينك دينك انما هو لحمك ودمك فانظر عمن تأخذ خذ عن الذين استقاموا ولا تأخذ عن الذين مالوا

”Wahai Ibnu ’Umar, agamamu ! agamamu ! Ia adalah darah dan dagingmu. Maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambilnya. Ambillah dari orang-orang yang istiqamah (terhadap sunnah), dan jangan ambil dari orang-orang yang melenceng (dari sunnah)” [Al-Kifaayah fii ’Ilmir-Riwayah oleh Al-Khathib hal. 81, Bab Maa Jaa-a fil-Akhdzi ’an Ahlil-Bida’ wal-Ahwaa’ wa Ihtijaaj bi-Riwayaatihim, Maktabah Sahab].

’Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ’anhu ketika berada di masjid Kuffah (’Iraq) pada suatu hari pernah berkata :

انظروا عمن تأخذون هذا العلم فإنما هو الدين

”Lihatlah dari siapa kalian mengambil ilmu ini, karena ia adalah dien/agama” [idem].

Muhammad bin Sirin (seorang pembesar ulama tabi’in) berkata :

إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam muqaddimah kitab Shahih-nya 1/7 Maktabah Sahab].

Dari perkataan di atas kita dapatkan petunjuk dari Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam serta para shahabat dan tabi’in (serta ulama lain setelah mereka) agar kita mengambil ilmu dari orang yang alim, ’adil (terpercaya dalam agamanya) dan istiqamah, serta melarang mengambil ilmu dari orang-orang jahil dan fasiq. Al-Imam Malik bin Anas menambahkan : ”Ilmu tidaklah diambil dari empat orang :

من سفيه معلن بالسفه وإن كان أروى الناس ولا تأخذ من كذاب يكذب في أحاديث الناس إذا جرب ذلك عليه وإن كان لا يتهم ان يكذب على رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا من صاحب هوى يدعو الناس الى هواه ولا من شيخ له فضل وعبادة إذا كان لا يعرف ما يحدث

”(1) Orang yang bodoh yang menampakkan kebodohannya meskipun ia banyak meriwayatkan dari manusia; (2) Pendusta yang ia berdusta saat berbicara kepada manusia, meskipun ia tidak dituduh berdusta atas nama Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam (dalam hadits); (3) Orang yang menurutkan hawa nafsunya dan mendakwahkannya; dan (4) Orang yang mempunyai keutamaan dan ahli ibadah, namun ia tidak tahu apa yang dikatakannya (yaitu tidak faqih)” [Al-Kifaayah 1/77-78].

Tuntutan untuk memilih orang yang akan diambil ilmunya adalah merupakan kenyataan dan keniscayaan dalam merealisasikan kemaslahatan agama kita. Secara akal sehat, tentu kita tidak bisa menerima perkataan orang-orang yang telah divonis para ulama sebagai orang yang fasiq, sesat, dan menyimpang (seperti beberapa kelompok kontemporer belakangan). Akan tetapi, di jaman sekarang sungguh sangat sulit bagi sebagian orang untuk menilai siapa orang yang berada di atas sunnah dan siapa yang tidak berada di atas sunnah. Selain kebodohan yang telah merajalela, banyak orang (yang sebenarnya) jahil namun berhias dengan pakaian dan perkataan ulama (berlagak seperti orang berilmu). Nampaklah ia di mata masyarakat dan teranggaplah ia sebagai ”ulama”. Tidaklah aneh jika kemudian muncul para da’i ”dadakan” yang bukan merupakan lulusan majelis-majelis ilmu. Tidak lebih, mereka hanyalah lulusan majelis gelak tawa dan hiburan (entertainment). Menjamurlah para komedian dan penyanyi (artis) yang telah ”beralih profesi” menjadi da’i. Masyarakat awam pun menjadi tertipu atas ulah mereka. Dan inilah fitnah dan bencana besar yang melanda umat. Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ’anhu berkata :

لا يزال الناس بخير ما أخذوا العلم عن أكابرهم فإذا أخذوه من أصاغرهم وشرارهم هلكوا

”Senantiasa umat manusia dalam kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari para akaaabir (yaitu ahli ilmu/ulama) mereka,. Jika mereka mengambil ilmu dari ashaaghir (orang-orang bodoh dan pelaku bid’ah) dan orang-orang jelek di antara mereka, niscara mereka akan binasa” [Jaami’ Baayanil-’Ilmi wa Fadhlihi oleh Ibnu ’Abdil-Barr Al-Andalusy hal. 112; Maktabah Al-Misykah].

Bila kita baca di kitab-kitab para ulama terdahulu, niscaya kita akan melihat betapa mereka sangat hati-hati dalam mengambil ilmu atau hadits dari seseorang. Misalnya, sebagian di antara mereka ada yang menilai dari parameter dhahir shalatnya. Jika shalatnya bagus (baik dalam kaifiyatnya maupun semangat penegakkannya), maka ia akan ambil ilmunya. Namun jika jelek, ia tinggalkan.

Di jaman sekarang, sungguh lebih jelek keadaannya dibanding apa yang dialami ulama kita terdahulu. Ada sebagian yang dianggap tokoh (ustadz) oleh masyarakat, namun melazimkan masbuk dalam shalat berjama’ah di masjid. Atau bahkan tidak melazimkan shalat berjama’ah di masjid sama sekali. [2] Sebagian lagi dari mereka ada yang mencukur habis jenggotnya hanya dengan alasan penampilan dan ”kerapian”. Jika ada yang mengingatkannya, maka dijawab dengan enteng bahwa hal itu hanya merupakan khilaf furu’iyyah semata (?!) [3]. Ada lagi yang lain yang membiarkan istrinya tidak memakai jilbab syar’i.[4] Semangat dalam melakukan perbaikan terhadap masyarakat, namun lemah lagi lalai terhadap diri dan keluarganya yang notabene menjadi tanggung jawab terbesar baginya di hadapan Allah kelak di hari akhirat. Ini suatu musibah. Jikalau para ulama kita terdahulu mendapati model ulama, ustadz, atau pengajar macam ini, entah apa yang akan mereka katakan.................

Kita tidak mengatakan bahwa seorang ulama, ustadz, atau pengajar itu harus ma’shum terbebas dari segala macam kesalahan sehingga dapat diambil ilmunya. Benarnya prinsip-prinsip aqidah dan manhaj adalah satu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Selain itu, kita juga menilai seberapa besar kecintaan orang tersebut dalam menghidupkan sunnah/syari’at yang bersifat dhuhur (nampak) dalam kehidupan sehari-harinya.[5]

Fenomena kebalikan dari hal di atas adalah bahwa ada sebagian orang yang meninggalkan seorang ulama, ustadz, atau pengajar tertentu yang dikenal berilmu (kompeten), istiqamah, taqwa, dan semangat menjalankan sunnah-sunnah dalam Islam (baik bagi diri, keluarga, dan masyarakat) hanya karena alasan ketidaksenangannya semata. Tidak lain – menurut anggapannya – ulama/ustadz/pengajar tersebut dianggap bertentangan dengan kebiasaan, tradisi, atau nidham-nidham (aturan/kebijakan) kelompok/organisasi yang ia ikuti. Ini adalah tidak benar. Sikap ini merupakan buah dari sikap ta'ashub (fanatik) terhadap madzhab, kelompok, atau tokoh-tokoh tertentu. Ia mengambil al-walaa' wal-baraa' tidak berdasar atas nama Islam.

Kesimpulan : Memilih guru atau ustadz dalam mengajarkan ilmu agama itu perlu (dan bahkan harus) jika dilandasi oleh alasan-alasan syar’i, bukan hawa nafsu. Hal itu bukanlah satu kesombongan yang dilarang dalam agama. Namun jika ia memilih-milih ustadz atau pengajar hanya karena alasan suka dan tidak suka (like and dislike) – padahal ia adalah seorang yang jahil yang butuh ilmu dari si ustadz/pengajar bersangkutan –, maka perbuatan ini merupakan sikap kesombongan yang menghancurkan. Ini adalah sikap pertengahan dari hal yang Saudara tanyakan. Wallaahu a’lam.

Abul-Jauzaa' 1429

====================

Catatan kaki :

[1] Kita tidak mengatakan bahwa Nabi Khidir lebih utama secara mutlak daripada Nabi Musal ‘alaihimas-salaam. Bahkan Nabi Musa lebih utama daripada Nabi Khidir sebagaimana dijelaskan para ulama. Masing-masing mempunyai keutamaan yang tidak dipunyai yang lainnya.

[2] Dari Abu Hurairah radliyallaahu ’anhu bahwasannya Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda (yang artinya) : ”Demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku telah bermaksud memerintah (manusia untuk) mendatangkan kayu bakar untuk dikumpulkan, dan memerintahkan shalat sehingga ia dikumandangkanlah adzan yang kemudian aku perintahkan seseorang agar mengimaminya. Aku akan pergi menuju kaum laki-laki (yang shalat di rumah) sehingga aku membakar rumah-rumah mereka” [HR. Bukhari dan Muslim].

[3] Padahal, keharaman mencukur habis jenggot merupakan kesepakatan para ulama mu’tabar empat madzhab. Ibnu Hazm bahkan memasukkannya dalam daftar ijma’ dalam kitabnya Maraatibul-Ijma’ (hal. 157) dimana beliau berkata : { واتفقوا أن حلق جميع اللحية مثلة لا تجوز } ”Para ulama sepakat (ijma’) bahwa mencukur habis jenggot adalah tidak boleh (haram)”. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Sesungguhnya orang musyrik itu membiarkan kumis mereka lebat. Maka selisihilah mereka ! Peliharalah jenggot dan potonglah kumis kalian” [HR. Al-Bazzar no. 8123; hasan]. Artikel terkait, silakan baca : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2008/05/hukum-jenggot-dalam-syariat-islam.html

[4] Allah ta’ala berfirman : {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ} "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". [QS. Al-Ahzaab : 59].

[5] Kita tidak menilai pada sesuatu hal yang sifatnya tersebunyi karena haram hukumnya tajassus (mencari-cari sesuatu yang sifatnya tersembunyi) dari kesalahan manusia.