Kamis, 28 Mei 2015

Didiklah Anakmu

DIDIKLAH ANAKMU

Ust. Rochmad Supriyadi, Lc حفظه الله تعالى

Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu :

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا}

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)

Seorang ibu, ayah, serta pengajar, akan ditanya di hadapan Allah tentang pendidikan generasi ini. Apabila mereka baik dalam mendidik, maka generasi ini akan bahagia dan begitu pula mereka juga akan bahagia di dunia dan akhirat. Namun, apabila mereka mengabaikan pendidikan generasi ini, maka generasi ini akan celaka, dan dosanya akan ditanggung oleh pundak-pundak mereka. Oleh karena itu dikatakan dalam sebuah hadits,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan pemimpin akan ditanyai tentang kepemimpinannya” (Muttafaqun ‘alaihi).

Berita gembira bagimu wahai para pengajar, dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam,

فَوَاللهِ لَيَهْدِيَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ خُمْرِ النَّعَمَ

“Demi Allah, jika Allah menunjuki seseorang lewatmu, ini lebih baik daripada unta-unta merah”

Berita gembira bagi kalian berdua wahai ayah dan ibu, dengan sebuah hadits yang shahih:

اِذَ مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

“Apabila seorang manusia meninggal, maka amalannya terputus kecuali tiga perkara. Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat serta anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim).

Wahai para pengajar, hendaknya engkau memperbaiki dirimu terlebih dahulu.

Kebaikan menurut anak-anak adalah apa-apa yang engkau lakukan. Sebaliknya, keburukan menurut mereka adalah apa-apa yang engkau tinggalkan.

Baiknya perilaku pengajar dan kedua orang tua di hadapan anak-anak merupakan sebaik–baiknya pendidikan bagi mereka.

Rabu, 27 Mei 2015

Wanita lebih banyak menjadi penghuni neraka

Kenapa jumlah wanita di neraka lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki?

Telah ada pernyataan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bahwa para wanita itu lebih banyak sebagai penghuni neraka.

“Dari Imran bin Husain radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

اطَّلَعْتُ فِي الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاء (رواه البخاري 3241 ومسلم 2737)

“Aku diperlihatkan di surga. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum fakir. Lalu aku diperlihatkan neraka. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita.” (HR. Bukhari, 3241 dan Muslim, 2737)

Adapun sebabnya, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ditanya tentang hal itu, lalu beliau menjelaskan dalam riwayat Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhuma, dia berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

  َأُرِيتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ مَنْظَرًا كَالْيَوْمِ قَطُّ أَفْظَعَ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ ،  قَالُوا :  بِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ :  بِكُفْرِهِنَّ ،  قِيلَ : يَكْفُرْنَ بِاللَّهِ ، قَالَ :  يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ كُلَّهُ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ  (رواه البخاري، رقم 1052) .

“Saya diperlihatkan neraka. Saya tidak pernah melihat pemandangan seperti hari ini yang sangat mengerikan. Dan saya melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita. Mereka bertanya, ‘Kenapa wahai Rasulallah? Beliau bersabda, ‘Dikarenakan kekufurannya.' Lalu ada yang berkatak, 'Apakah kufur kepada Allah?' Beliau menjawab, ‘Kufur terhadap pasangannya, maksudnya adalah mengingkari kebaikannya. Jika anda berbuat baik kepada salah seorang wanita sepanjang tahun, kemudian dia melihat anda (sedikit ) kejelekan. Maka dia akan mengatakan, ‘Saya tidak melihat kebaikan sedikitpun dari anda.” (HR. Bukhari, no. 1052)

Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam keluar waktu Ied Adha atau Ied Fitri dan melewati para wanita dan bersabda: “Wahai para wanita, keluarkanlah shadaqah karena saya diperlihatkan bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah dari kalangan kalian. Mereka berkata, ‘Kenapa wahai Rasulullah? Beliau bersabda: “Kalian sering mengumpat, dan mengingkari pasangan. Saya tidak melihat (orang) yang kurang akal dan agama dari kalangan anda semua dibandingkan seorang laki-laki yang cerdas.' Mereka bertanya, ‘Apa kekurangan agama dan akal kami wahai Rasulullah?'  Beliau menjawab, ‘Bukankah persaksian (syahadah) seorang wanita itu separuh dari persaksian orang laki-laki.' Mereka menjawab: ‘Ya.' Beliau melanjutkan: ‘Itu adalah kekurangan akalnya. Bukankah kalau wanita itu haid tidak shalat dan tidak berpuasa.' Mereka menjawab, ‘Ya.' Beliau mengatakan, ‘Itu adalah kekurangan agamanya.” (HR. Bukhari, no. 304)

Dan dari Jabir bin Abdullah radhialalhu’anhuma berkata, Saya menyaksikan shalat Ied bersama Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah tanpa azan dan iqamah. Kemudian berdiri bersandar kepada Bilal, dan memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah dan menganjurkan kepada ketaatan kepadaNya  dan menasehati manusia serta mengingatkannya. Kemudian beliau berjalan mendatangi para wanita, dan memberikan nasehat kepada mereka dan mengingatkannya. Beliau bersabda: ‘Besadaqahlah para wanita, karena kebanyakan dari kalian itu menjadi bara api neraka Jahanam.' Maka ada wanita bangsawan dan kedua pipinya berwarna (merah) berdiri bertanya, ‘Kenapa wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, ‘Karena kamu semua seringkali mengadu dan mengkufuri suami.' Berkata (Jabir), ‘Maka para wanita memulai bersodaqah dan melemparkan gelang, giwang dan cincinnya ke pakaian Bilal." (HR. Muslim, no. 885)

Seyogyanya bagi para wanita mukmin yang mengetahui hadits ini berbuat seperti perbuatan mereka para wanita shahabat. Ketika mengetahui hal ini, mereka  langsung melakukan kebaikan, dimana hal itu dengan izin Alah sebagai sebab yang dapat menjauhkan mereka masuk ke dalam kelompok yang terbanyak (masuk neraka). Maka nasehat kami kepada para wanita muslimah, agar menjaga komitmen dengan syiar Islam dan kewajibannya. Terutama shalat serta menjauhi apa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala terutama syirik dengan segala macam bentuknya yang berbeda-beda yang tersebar ditengah-tengah para wanita seperti memohon keperluan kepada selain Allah dan mendatangi sihir, tukang ramal dan semisal itu.

Kami memohon kepada Allah agar menjauhkan kita dan saudara-saudara kami dari api neraka dan yang mendekatkan ke sana baik berupa ucapan maupun perbuatan.

7 Kiat Bangun Subuh

7 Kiat Bangun Shubuh

Bangun shubuh teramat berat bagi sebagian orang. Adakah kiat-kiat untuk bangun Shubuh?

Ada beberapa kiat yang bisa membantu kaum muslimin untuk mudah bangun Shubuh:

1- Takwa dan perhatian dengan waktu shalat.
Orang yang bertakwa tentu akan dimudahkan urusannya termasuk dalam melaksanakan shalat Shubuh. Begitu pula jika seseorang perhatian dengan waktu Shalat, maka itu akan jadi kebiasaan dia. Layaknya anak kecil yang dijanjikan untuk pergi tamasya, tentu saja ia akan bangun sebelum waktu yang ditetapkan meskipun tidak ada yang akan membangunkannya.

2- Tidur di awal malam dan tinggalkan begadang
Ada yang mengetahui dengan detail batas waktu kapan ia harus tidur agar dapat bangun Shubuh. Jika melampaui batas waktu tersebut, ia pasti akan ketinggalan shalat, maka dalam kondisi ini ia tidak boleh begadang hingga melewati batas waktu yang dapat menyebabkanya jatuh ke dalam kelalaian dalam menunaikan kewajiban ini.
Perlu diketahui bahwa begadang tanpa ada kepentingan dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!” (Syarh Al Bukhari, 3: 278).

3- Menggunakan alat-alat pengingat seperti pada jam tangan atau pada handphone.

4- Membiasakan tidur dan bangun di waktu yang sama setiap hari.
Agar terbiasa bangun Shubuh, maka harus dipaksakan di awal dan terus dibiasakan setelah itu. Karena jika sudah ada ritme tidur dan bangun, pasti akan mudah bangun Shubuh meski tidak menggunakan weaker atau alarm.

5- Tidur di alas yang memudahkan proses bangun.
Terkadang seseorang terpaksa harus bergadang karena suatu tuntutan, hingga ia merasa tidak akan dapat bangun pada waktu shalat, maka solusinya adalah dengan merubah alas tidur, misalnya tidur di atas lantai tanpa alas, atau tanpa bantal di luar kamar tidurnya, dan begitu seterusnya selalu melakukan perubahan-perubahan yang dapat mengusir tidur yang nyenyak dan dapat meringankan proses bangun.

6- Menjaga adab Islami sebelum tidur.

a- Tidurlah dalam keadaan berwudhu.
Hal ini berdasarkan hadits Al Baro’ bin ‘Azib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ

“Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu” (HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)

b- Tidur berbaring pada sisi kanan.
Hal ini berdasarkan hadits di atas. Adapun manfaatnya sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim, “Tidur berbaring pada sisi kanan dianjurkan dalam Islam agar seseorang tidak kesusahan untuk bangun shalat malam. Tidur pada sisi kanan lebih bermanfaat pada jantung. Sedangkan tidur pada sisi kiri berguna bagi badan (namun membuat seseorang semakin malas)” (Zaadul Ma’ad, 1: 321-322).

c- Meniup kedua telapak tangan sambil membaca surat Al Ikhlash (qul huwallahu ahad), surat Al Falaq (qul a’udzu bi robbil falaq), dan surat An Naas (qul a’udzu bi robbinnaas), masing-masing sekali. Setelah itu mengusap kedua tangan tersebut ke wajah dan bagian tubuh yang dapat dijangkau. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali. Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh istrinya ‘Aisyah.
Dari ‘Aisyah, beliau radhiyallahu ‘anha berkata,

كَانَ إِذَا أَوَى إِلَى فِرَاشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمَعَ كَفَّيْهِ ثُمَّ نَفَثَ فِيهِمَا فَقَرَأَ فِيهِمَا ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ) وَ ( قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ) ثُمَّ يَمْسَحُ بِهِمَا مَا اسْتَطَاعَ مِنْ جَسَدِهِ يَبْدَأُ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ وَوَجْهِهِ وَمَا أَقْبَلَ مِنْ جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017). Membaca Al Qur’an sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini lebih bermanfaat bagi hati daripada mendengarkan alunan musik klasik sebelum tidur.

d- Membaca ayat kursi sebelum tidur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ ، فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . فَذَكَرَ الْحَدِيثَ فَقَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ ، وَلاَ يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَكَ وَهْوَ كَذُوبٌ ، ذَاكَ شَيْطَانٌ »

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskan aku menjaga harta zakat Ramadhan kemudian ada orang yang datang mencuri makanan namun aku merebutnya kembali, lalu aku katakan, “Aku pasti akan mengadukan kamu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam“. Lalu Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan suatu hadits berkenaan masalah ini. Selanjutnya orang yang datang kepadanya tadi berkata, “Jika kamu hendak berbaring di atas tempat tidurmu, bacalah ayat Al Kursi karena dengannya kamu selalu dijaga oleh Allah Ta’ala dan syetan tidak akan dapat mendekatimu sampai pagi”. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Benar apa yang dikatakannya padahal dia itu pendusta. Dia itu setan”. (HR. Bukhari no. 3275)
e- Membaca do’a sebelum tidur “Bismika allahumma amuutu wa ahyaa”.
Dari Hudzaifah, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ قَالَ « بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا » . وَإِذَا اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ قَالَ « الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا ، وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur, beliau mengucapkan: ‘Bismika allahumma amuutu wa ahya (Dengan nama-Mu, Ya Allah aku mati dan aku hidup).’ Dan apabila bangun tidur, beliau mengucapkan: “Alhamdulillahilladzii ahyaana ba’da maa amatana wailaihi nusyur (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan kepada-Nya lah tempat kembali).” (HR. Bukhari no. 6324)
Masih ada beberapa dzikir sebelum tidur lainnya yang tidak kami sebutkan dalam tulisan kali ini. Silakan menelaahnya di buku kami sebelumnya Dzikir Pagi Petang yang di dalamnya disertai dengan dzikir sebelum tidur.

7- Meminta tolong pada Allah agar diberi kemudahan untuk bangun Shubuh.
Segalanya menjadi mudah dengan pertolongan Allah termasuk ketika seseorang bertekad kuat untuk bangun Shubuh. Dan tidak mungkin Allah membiarkan do’a kita begitu saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا

“Sesunguhnya Rabb kalian tabaroka wa ta’ala Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya , lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa.” (HR. Abu Daud no. 1488 dan Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Hanya Allah yang memberi taufik untuk mudah bangun Shubuh.

Memahami kandungan hadist

Demikian  juga dengan  hadits. Sebelum mengamalkan hadits-hadits Rasulullah, seorang  muslim harus  memahami terlebih  dahulu kandungannya.  Hal ini  dilakukan agar  pemahamannya  benar  dan  pengamalannya  terarah.  Langkah-langkah  yang dilakukan  untuk  memahami hadits adalah: 1. Memahami  Hadits  dengan  Tuntunan  Al-Qur’an.  Hadits  adalah  sumber  hukum kedua  setelah Al-Qur’an  dalam  syariat  Islam.  Hadits  menerangkan  dan  merinci apa  yang ada dalam Al-Qur’an. Tidak ada pertentangan  antara  Hadits dengan AlQur’an.  Jika  terdapat  pertentangan,  hal  itu  mungkin  terjadi karena  haditsnya tidak  shahih  atau  kita  sendiri  yang  tidak  bisa  memahaminya. 2. Mengumpulkan  Hadits-Hadits  yang  Satu  Tema  dan  Pembahasan  pada  Satu Tempat.  Merupakan  suatu  keharusan  untuk  memahami  hadits  dengan pemahaman  yang  benar,  yaitu  mengumpulkan  hadits-hadits  shahih  yang  satu pembahasan supaya  hadits yang  mutasyabih (yang  memiliki banyak  penafsiran) bisa  dikembalikan ke  yang muhkam (maknanya jelas),   dan yang ‘amm (maknanya umum) ditafsirkan  oleh  yang  khashsh (maknanya  khusus). Dengan  cara ini,  akan jelas  maksud  hadits  tersebut,  maka  jangan  mempertentangkan  antara  hadits yang  satu  dengan yang  lainnya. 3. Mengkompromikan Hadits-Hadits  yang Tampak  Bertentangan. Pada  dasarnya  tidak  ada  pertentangan  antara  nash-nash Al-Qur’an  dan  Hadits yang  shahih.  Seandainya  terjadi  suatu  pertentangan,  maka  itu  anggapan  kita semata,  bukan hakikat  dari nash-nash  tersebut. Inilah keyakinan seorang  mukmin pada hadits-hadits  yang  dapat dipercaya  (hadits-hadits yang  shahih  atau  hasan). 4. Mengetahui  Nasikh  dan  Mansukh  Suatu  Hadits.  Nasikh  adalah  hadits  yang menghapus hadits  yang  Lain;  Mansukh  adalah  hadits yang  dihapus. Nasakh (hukum yang lama diganti hukum yang baru) dalam hadits memang terjadi. Seorang  muslim yang  mengamalkan suatu  hadits tanpa  mengetahui kalau hadits itu  mansukh,  berarti  dia  telah  terjatuh  ke  dalam ilmu  yang  tidak  diperintahkan syara’  untuk  mengamalkannya.  Sebab,  kita  tidak  diperintahkan  untuk mengamalkan hadits-hadits yang mansukh.  Sementara nasakh adalah  suatu ‘illat (penyebab)  dilarangnya  beramal  dengan  satu  hadits (yang  mansukh). 5. Mengetahui  Asbabul  Wurud  Hadits.  (Asbabul  Wurud    adalah  Sebab-sebab disabdakannya suatu  hadits). Untuk  memahami suatu  hadits dengan  pemahaman yang  benar dan  mendalam, tidak  boleh tidak, kita harus  mengetahui situasi  dan kondisi  yang  menyebabkan  hadits  itu  diucapkan  oleh  Nabi.  Biasanya,  hadits datang sebagai  penjelas terhadap  kejadian-kejadian tertentu  dan sebagai  terapi terhadap  situasi  dan  kondisi  kejadian  tersebut.  Dengan  begitu,  maksud  dari hadits  itu  dapat  ditentukan  dengan  jelas  dan  rinci.  Tujuannya  tidak  lain  agar hadits itu  tidak  menjadi  sasaran bagi  dangkalnya  perkiraan,  atau kita  mengikuti zhahir  (lahiriah  dari  hadits  tersebut)  yang  tidak  dimaksudkan  (oleh  maknanya). 6. Mengetahui  Gharibul  Hadits.  (Gharibul  Hadits  adalah  Kata-kata  yang  Sulit dipahami  pada teks hadits). Rasulullah  SAW adalah  orang yang  paling fasih  dalam mengucapkan  bahasa Arab  dan  beliau  berbicara  kepada  para  sahabat  dengan bahasa  Arab  yang  jelas  dan  dikenal  oleh  mereka.  Mereka  tidak  mengalami kesulitan  dalam memahami apa yang diinginkan  dari lafazh  yang diucapkan  oleh Rasulullah  SAW karena  mereka adalah orang Arab asli, yang  tidak pernah  dimasuki (dipengaruhi)  oleh  bahasa  orang  ‘Ajam  (orang  non-Arab).  Sehingga  dibutuhkan keterampilan  khusus dalam mendalami  kata-kata  yang  gharib dalam  hadits. 7. Merujuk  Kitab-Kitab  Syarah  Hadits.  Kitab-kitab  yang  berisi  penjelasan  dan keterangan  dari  matan  [teks]  Hadits.  Termasuk  menjadi  langkah  yang  penting dalam memahami hadits-hadits Nabi adalah  dengan merujuk kitab-kitab  syarah. Sebab,  di dalamnya  terdapat penjelasan tentang gharib,  nasikh-mansukh, fiqhul hadits,  dan  riwayat-riwayat  yang  tampaknya  bertentangan. Sehingga  seseorang yang  merujuk  kepada  kitab-kitab  syarah  hadits  akakn  sangat  terbantu  dalam memahami isi  kandungan suatu  hadits.

Langkah-langkah untuk memahami kandungan ayat-ayat Al Quran

Langkah-langkah untuk dapat memahami kandungan ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai  berikut: 1. Memahami Ayat dengan Ayat.  Menafsirkan  satu  ayat Al-Qur’an  dengan  ayat AlQur’an yang lain, adalah jenis  penafsiran yang  paling tinggi.  Ungkapan yang sering dikemukakan  adalah Al-Qur’an yufassiru  ba’dhuhu ba’dha. Karena ada  sebagian ayat  Qur’an  itu  yang  menafsirkan  (yakni  menerangkan)  makna  ayat-ayat  yang lain. 2. Memahami Ayat Al-Qur’an  dengan  Hadits  Shahih.  Menafsirkan  ayat Al-Qur’an dengan  hadits  shahih  sangatlah  penting.  Allah  menurunkan Al-Qur’an  kepada Nabi  SAW tidak  lain  supaya  diterangkan  maksudnya  kepada semua  manusia. 3. Memahami Ayat dengan Pemahaman Sahabat. Merujuk kepada penafsiran  para sahabat terhadap  ayat-ayat Qur’an  seperti Ibnu Abbas dan  Ibnu Mas’ud  sangatlah penting  sekali  untuk  mengetahui  maksud  suatu  ayat.  Karena,  di  samping senantiasa  menyertai  Rasulullah,  mereka  juga belajar  langsung  dari  beliau. 4. Mengetahui Gramatika Bahasa Arab. Tidak diragukan lagi,  untuk  bisa  memahami dan menafsiri  ayat-ayat  Qur’an,  mengetahui  gramatika  bahasa Arab  sangatlah urgen.  Karena Al-Qur’an  diturunkan  dalam bahasa Arab. 5. Memahami Nash Al-Qur’an dengan Asbabun  Nuzul.  Mengetahui  sababun  nuzul (peristiwa  yang melatari turunnya ayat)  sangat membantu sekali dalam memahami Al-Qur’an  dengan  benar. 6. Memahami  Nash  Al-Qur’an  dengan  Makkiyyah-Madaniyyah.  Mengetahui pengelompokan  ayat  menjadi  Makkiyyah  atau  Madaniyyah,  sangat  membantu sekali  dalam memahami Al-Qur’an  dengan benar. 7. Merujuk  kepada  kitab-kitab  Tafsir  Al-Qur’an.  Dengan  merujuk  kepada  kitabkitab  tafsir  Al-Qur’an  yang  sangat  banyak,  baik  yang  berbahasa  Arab  ataupun Indonesia,  sangat  membantu  untuk  lebih  memahami  kandungan  ayat-ayat AlQur’an. Dengan  demikian  memahami Al-Qur’an  dengan  benar  tidak  akan  lepas  dari telaah  kaidah-kaidah yang  di  dalamnya, atau  sering  disebut dengan ‘Ulumul Qur’an, sehingga  diketahui bagaimana cara menafsirkan Al Qur’an yang baik. Di antara kaedahkaedah  tersebut  adalah  sebab-sebab  (asbabun  nuzul)  diturunkannya,  nasikh mansukh, perbedaan  tempat turunnya  ayat, serta  pengetahuan  tentang  ayat-ayat muhkam dan mutasyabihat dan  masih banyak  lagi lainnya.  Dalam kitab-kitab  tafsir Al-Qura’n,  mufassir  dalam  menafsirkan  ayat-ayat Al-Qur’an  selalu  mempergunakan kaedah-kaedah  tersebut.

Selasa, 19 Mei 2015

Syahadat dan bai'at

Syahadat Dan Bai’at

(Penjelasan Singkat Bagi Mereka Yang Tersesat)

oleh : Saif Muhammad Al-Amrin

Pendahuluan

Segala Puji Bagi Allah Yang Telah memberikan kita 4 nikmat Besar, yaitu Nikmat Iman, Nikmat Islam, Nikmat Sehat dan Nikmat Akal. Shalwat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Tauladan kita sepanjang masa Nabi Besar Muhammad SAW, kepada para keluarganya, Shahabat-shahabat beliau, hingga kepada umatnya yang senantiasa mengikuti langkah pejuangan beliau hinnga hari akhir. Waba’du

Pembahasan masalah Syahadat dan Bai’at adalah pembahasan yang sangat lajim kita dengar. Syahadat berkaitan dengan keislaman kita sedangkan bai’at berkaitan dengan kepemimpinan kaum muslimin.

Marak ditengah-tengah kita beberapa kelompok yang menyerukan kepada syahadat dan bai’at. Mereka beralasan bahwa umat islam saat ini belum bersyahadat sehingga belum syah keisalamannya, juga tidak berbai’at sehingga mereka terlepas dari jamaah islam.

Kelompok-kelompok ini kemudian merekrut anak-anak muda dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang rendah tingkat pemahaman agamanya.

Syahadat dan Bai’at memang Masyru’ (disyariatkan) dalam Islam. Akan tetapi Islam telah mengatur bagaimana syahadat dan bagaimana bai’at. Syahadat dan bai’at merupakan dua hal yang berbeda. Tidak bias disamakan satu sama lain. Oleh karenanya saya merasa terpanggil untuk menjelaskan kedua hal ini dengan proporsi yang benar. Saya memohon kekuatan dan petunjuk kepada Allah semoga Allah member saya kemudahan dalam menyelesaikan tulisan ini.

Saya ucapkan terimakasih kepada Syaikh DR. Mahmud Al-Khalidi atas bukunya yang sangat bermanfaat. Juga kepada Syaikh Ali Hasan Bin Ali Abdul Hamid atas penjelasannya tentang Bai’at Syar’ie. Semoga Allah merahmati kalian berdua.Amiin

Definisi Syahadat dan Bai’at

a.       Syahadat : Syahadat berasal dari kata syahada – yasyhadu – syuhudan – syahidan, artinya menyaksikan. Menurut istilah, syahadat artinya penyaksian kesadaran manusia, bahwa di alam raya ini tidak ada ilah melainkan Allah swt (Abd. Marjie, 2003:125). DR. Shalih (1998) membedakan antara definisi syahadat la ilaha illallah dan syahadat muhammadan Rasulullah. Menurutnya definisi syahadat la ilaha illallah ialah beritikad dan berikrar bahwasannya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah swt, mentaati hal tersebut dan mengamalkannya. La ilaha menafikan hak penyembahan dari selain Allah, siapapun orangnya. Illallah adalah penetapan hak Allah semata untuk disembah. Sedangkan makna syahadat muhammadan Rasulullah yaitu meyakini secara lahir batin bahwa beliau adalah hamba Allah dan Rasul-Nya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta mengamalkan konsekuensinya; mentaati perintahnya, membenarkan ucapannya, menjauhi larangannya, dan tidak menyembah Allah kecuali dengan apa yang disyariatkannya.

b.      Bai’at : Baiat secara bahasa ialah berjabat tangan atas terjadinya transaksi jual beli, atau berjabat tangan untuk berjanji setia dan taat. Baiat juga mempunyai arti : janji setia dan taat. Dan kalimat “qad tabaa ya’uu ‘ala al-amri” seperti ucapanmu (mereka saling berjanji atas sesuatu perkara). (Lihat Lisanul Arab al-Muhith (I/299) dan an-Nihayah (I/174). Sedangkan “Bai’at” Secara Istilah (Terminologi) adalah “Berjanji untuk taat”. Seakan-akan orang yang berbaiat memberikan perjanjian kepada amir (pimpinan)nya untuk menerima pandangan tentang masalah dirinya dan urusan-urusan kaum muslimin, tidak akan menentang sedikitpun dan selalu mentaatinya untuk melaksanakan perintah yang dibebankan atasnya baik dalam keadaan suka atau terpaksa.

Setelah kita melihat definisi Syahadat dan bai’at maka kita akan menemukan perbedaan yang sangat mencolok yaitu bahwa Syahadat itu berbunyi asyhadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah, sedangkan bai’at itu berbunyi ubayi’ukum ‘alas sam’i wath-tha’ah fi tha’atillai wa rasulihi. Artinya Syahadat adalah pengakuan kita kepada Allah sebagai Tuhan yang tiada Tuhan selain Allah, serta Muhammad SAW adalah utusan Allah. Sedangkan Bai’at adalah janji seseorang untuk tunduk dan patuh kepada seorang pemimpin.

Untuk Siapakah Syahadat Dan Bai’at itu???

a. Syahadat itu adalah ikrar tentang masalah tuhan dan kenabian, di mana seorang muslim menyatakan tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah, sekaligus ikrar bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Sedangkan ba’iat adalah ikrar untuk mengangkat seseorang menjadi pemimpin dan pernyataan siap untuk mentaatinya.

Sehingga jelaslah bahwa syahadat itu bukan bai’at dan bai’at itu bukan syahadat. Syahadat itu sebagai ikrar dari seorang non muslim untuk masuk Islam, sedangkan bai’at itu adalah sumpah atau pengangkatan seseorang untuk dijadikan pemimpin.

Kemudian bila ada pertanyaan “apakah kita yang lahir dari keluarga yang kedua orang tuanya muslim harus bersyahadat’?. Untuk menjawab hal ini ada sebuah hadist yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?” kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci ini: (tetaplah atas) fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Hukum-hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar. Tapi sebagian besar manusia tidak mengetahui (QS Ar Rum [30]:30).

Hadist diatas memberikan penjelasan yang sangat jelas bagi kita bahwa setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (yaitu mentauhidkan Allah). Jika kemudian dia tumbuh dalam keluarga Islam maka ia memang menjadi muslim dan akan tetap menjadi muslim apabila dia tidak melakukan hal-hal yang dapat membatalkan dan menggugurkan keislamannya. Namun Apabila dia kemudian melakukan hal yang membatalkan keislaman secara substansial dia bukan lagi seorang muslim meskipun ia menyandang gelar atau dikenal sebagai muslim.

Penjelasan ini masih menyisakan satu pertanyaan “Bagaimana dengan Definisi Iman; Diyaikini dalam hati, diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan??. Semakin jelas sebenarnya bahwa dalam definisi iman tersebut tidak ada kalimat harus bersyahadat. Bahkan Imam Abu Hanifah dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi menyebutkan bahwa diucapkan dengan Lisan adalah rukan tambahan bukan rukun yang asli. Sehingga pelafalan iman sebagaimana dalam definisi Iman diatas adalah sebuah keutamaan bagi mereka yang mampu melafalkannya karena yang diinginkan dari keimanan adalah penerimaan dengan sepenuh hati apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Muhammad SAW sebagaimana firman Allah “Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sampai menjadikan engkau (wahai Muhammad) sebagai pemutus perkara pada semua perselisihan yang terjadi di antara mereka, kemudian mereka tidak mendapati di dalam diri-diri mereka adanya perasaan berat untuk menerima keputusanmu dan mereka berserah dengan sepenuh penyerahan diri.” (QS.An-Nisa`: 65). Juga sabda Rasulullah SAW “Iman mempunyai 73 sampai 79 cabang, yang paling utama -dalam sebagian riwayat: Yang paling tinggi– adalah ucapan ‘laa ilaha illallah’, yang paling rendahnya adalah menyingkirkan duri dari jalanan dan malu adalah salah satu dari cabang-cabang keimanan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Dari hadist ini disebutkan mengucapkan La ila ha illallah adalah setinggi-tingginya keimanan. Artinya mengucapkannya adalah sebuah keutamaan. Selain dari itu umat Islam pasti senantiasa melafalkan syahadat pada setiap kali dia shalat.

Bersyahadat bukanlah pernikahan atau shalat, karenanya bersyahadat tidak memerlukan rukun, syarat atau saksi, juga tidak memerlukan tempat khusus. Kenapa??karena memang syahadat itu hanya sebuah pelafalan kalimat tauhid, yang bisa di ucapkan dimana saja dan kapan saja. Ini bisa dilihat dari riwayat tentang keislaman raja Najasy yang baru diketahui Rasul setelah raja Najasy tersebut meninggal. Rasul memperoleh keterangan bahwa raja Najasy telah masuk Islam dari berita yang disampaikan oleh malaikat Jibril.

b. Bai’at adalah akad, ini sangat berbeda dengan syahadat yang hanya persaksian atau pengakuan tenyang ketuhanan Allah dan kerasulan Muhammad SAW. Karena bai’at adalah akad, maka dia memerlukan syarat dan rukun sebagaimana kebanyakan akad-akad yang lain. Rukun Bai’at adalah: 1. Muslim. 2. Berakal. 3. Baligh. 4. Ridha dan Ikhtiayar (berdasarkan pilihan sendiri).

Ba’iat hanya ditunjukkan kepad kepala Negara (dalam hal ini adalah Khalifah). Sehingga tidak dianggap bai’at seseorang yang menyerahkan loyalitasnya kepada ketua jamaah atau kelompok tertentu.  Sebagaimana  Hadist riwayat Abu Hurairah ra. Dari Rasulullah saw. beliau bersabda “Dahulu Bani Israil itu dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi mangkat, maka akan digantikan dengan nabi lain. Dan sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun setelahku dan akan muncul para khalifah yang banyak. Mereka bertanya: Lalu apakah yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi saw. menjawab: Setialah dengan baiah khalifah pertama dan seterusnya serta berikanlah kepada mereka hak mereka, sesungguhnya Allah akan menuntut tanggung jawab mereka terhadap kepemimpinan mereka.”(HR. Muslim no. 3429)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa melepaskan tangan dari ketaatan, dia akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan tidak memiliki hujjah (argumen). Dan barang siapa mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat, dia mati dengan keadaan kematian jahiliyah”[HR Muslim, no. 1851. Ahmad dalam al-Musnad, 2/133. Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah, no. 91, dan lainnya; dari ‘Abdullah bin ‘Uma]

Maksud baiat dalam hadits ini ialah baiat taat kepada imam yang disepakati oleh kaum muslimin. Imam yang memiliki kekuasan, menegakkan syariat Islam, hudud, mengumumkan perang maupun damai, dan lain-lainnya berkaitan dengan kewajiban dan hak seorang imam. Demikian jenis baiat yang dibicarakan oleh para ulama dalam kitab-kitab fiqih. Hukum baiat ini adalah wajib, jika memang ada imam kaum muslimin sebagaimana di atas. Melepaskan baiat merupakan dosa besar, sebagaimana nanti akan kami nukilkan penjelasan ulama dalam masalah ini.

Adapun makna “dia mati dengan keadaan kematian jahiliyah”, dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut.

1. An-Nawawi rahimahullah berkata: “Yaitu di atas sifat kematian orang-orang jahiliyah, yang mereka dalam keadaan kacau, tidak memiliki imam”[ Syarah Muslim, 12/238]

2. Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Orang-orang jahiliyah tidak membaiat imam, dan tidak masuk ke dalam ketaatan imam. Maka barang siapa di antara kaum muslimin yang tidak masuk ke dalam ketaatan kepada imam, dia telah menyerupai orang-orang jahiliyah dalam masalah itu. Jika dia mati dalam keadaan seperti itu, berarti dia mati seperti keadaan mereka, dalam keadaan melakukan dosa besar”[ Al-Mufhim, 4/59]

3. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan sifat kematian jahiliyah, ialah seperti matinya orang-orang jahiliyah yang berada di atas kesesatan dan tidak memiliki imam yang ditaati, karena orang-orang jahiliyah dahulu tidak mengenal hal itu. Dan yang dimaksudkan, dia mati bukan dalam keadaan kafir, tetapi dia mati dalam keadaan maksiat. Dan dimungkinkan, bahwa permisalan itu seperti lahiriyahnya; yang maknanya dia mati seperti orang jahiliyah, walaupun dia bukan orang jahiliyah. Atau bahwa kalimat itu disampaikan sebagai peringatan dan untuk menjauhkan, sedangkan secara lahiriyah bukanlah yang dimaksudkan”.[ Fathul-Bâri, 13/9, syarah hadits no. 7054]

Uraian diatas menegaskan bahwa yang berhak menerima bai’at adalah Imam (kepala Negara/ Khalifah). Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Imam Ahmad ketika ditanya tentang bai’at ini dia berkata: ” Bai’at ini adalah bai’at untuk Imam“. Bai’at tidak diberikan kecuali kepada waliyul amr-nya (penguasa) kaum muslimin yaitu khalifah yang memimpin, menjaga dan melindungi kaum muslimin.

Baiat taat ini tidak boleh diberikan kepada pemimpin-pemimpin kelompok-kelompok dakwah. Karena baiat taat yang dilakukan Salafush-Shalih hanyalah diberikan kepada penguasa kaum muslimin. Dengan demikian, orang-orang yang digelari imam, syaikh, amir, ustadz, atau semacamnya yang muncul dari kalangan ketua-ketua thariqah, yayasan, jamaah, ataupun lainnya, sedangkan mereka tidak memiliki wilayah dan kekuasaan sedikitpun, maka mereka sama sekali tidak berhak dibaiat. Baiat kepada mereka merupakan bid’ah dan memecah-belah umat.

Siapapun yang mengkaji hadis Nabi s.a.w. akan menemukan bahawa baiah terhadap khalifah ada dua jenis: (1) Baiat In‘iqad, yakni baiah yang menunjukkan orang yang dibaiah sebagai khalifah, pemilik kekuasaan, berhak ditaati, ditolong, dan diikuti; (2) Baiat Taat, iaitu baiah kaum Muslim terhadap khalifah terpilih dengan memberikan ketaatan kepadanya. Baiah Taat bukanlah untuk mengangkat khalifah, kerana khalifah sudah ada.

Kesimpulan

Syahadat adalah Ikrar keislaman seseorang ketika dia ingin memasuki agama Islam. Sedangkan bagi yang sudah terlahri dari keluarga muslim, maka tidak ada kewajiban untuk melaksankan syahadat. Yang ada adalah mendalami,memahami dan mengamalkan apa yang menjadi konsekwensi dari Keislamannya. Orang yang membatalakan keislamannya adalah kafir. Pembatalan keislaman dikarenakan 2 hal: (1) tidak mengimani Allah dan rasulnya. (2). Mengingkari seluruh atau sebagian hukum Islam.

Bai’at adalah janji setia kepada Khalifah. Bukan kepada ketua jamaah atau kelompok tertentu.

Para shahabat Nabi SAW dahulu awalnya pun masih kafir. Lalu mereka masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Sejak awal mula turunnya wahyu, sudah banyak shahabat yang masuk Islam. Hingga menjelang hijrah ke Madinah baru ada bai’at. Ini menunjukkan bahwa syahadat itu bukan bai’at dan bai’at itu bukan syahadat. Di dalam sirah nabawiyah, keduanya dipisahkan oleh jarak waktu hampir 10 tahun. Dan para shahabat nabi SAW yang masuk Islam di awal mula turun wahyu tetap dianggap muslim, meski mereka tidak ikut berba’ait.

Perlu diketahui bahwa bai’at di dalam sirah nabawiyah ada beberapa kali. Yang awal pertama terjadi adalah bai’at Aqabah I dan bai’at Aqabah II. Dua-duanya hanya untuk para anshar dari Yatsrib . Adapun para shahabat yang lainnya tidak ikut berbai’at. Kalau dikatakan bahwa yang tidak bai’at itu kafir, seharusnya Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali itu kafir, lantaran tidak ikut bai’at.

Jadi pemahaman yang menyatakan belum menjadi muslim orang yang belum berbai’at jelas sekali salahnya, bahkan bertentangan dengan realita sejarah di masa Nabi SAW, juga bertentangan dengan manhaj salafushalih, serta bertentangan dengan ilmu aqidah dan syariah. Tidaklah ada orang yang mau dicocok hidungnya dengan doktrin sesat seperti ini kecuali orang-orang yang lemah iman, kurang ilmu dan jahil terhadap agamanya sendiri.

Dengan selesainya uraian ini. saya berharap kepada Allah semoga tulisan ini bisa memberikan gambaran yang utuh bagi yang membacanya sehingga tidak tersesat kepada faham-faham aneh. Allahu Muwafiq Illa Aqwamit-thariq

Alfaqir Ila rahmati Rabbi

Saif Muhammad Al-Amrin

Kamis, 07 Mei 2015

7 amalan sunnah

7 Amalan Sunnah
.

1. Tahajjud
karena kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.
.

2. Membaca Al-Qur’an sebelum terbit matahari
Alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur’an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman.
.
.
3. Jangan tinggalkan masjid terutama di waktu shubuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke masjid, karena masjid merupakan pusat keberkahan, bukan karena panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan masjid Allah.
.

4, Jaga shalat Dhuha.
.
.
5. Jaga sedekah setiap hari.
Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekahsetiap hari.
.
.
6. Jaga wudhu terus menerus karena Allah menyayangi hamba yang berwudhu. .

7. Amalkan istighfar setiap saat.
Dengan istighfar masalah yang terjadi karena dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.
.
.
Bagikan pesan kebaikan ini.Tag teman-teman tersayang

Senin, 04 Mei 2015

Melepas suami pergi mencari nafkah

💚 INSPIRASI TUK BESOK PAGI

Melepas Suami Pergi Mencari Nafkah

“Bun, pergi yah…” teriak ayah di belakang motornya yang sudah siap melaju.

“Iya, ati-ati…”, teriak bunda tak kalah keras sambil terus melanjutkan cucian piringnya yang belum selesai.

Kok mirip dengan kejadian tiap pagi di rumahku yah?

Tapi itu masih lumayan dibanding yang berikut:

“Lho ayah kemana, kok sudah nggak ada?” tanya Bunda ke kakak yang sedang asyik main boneka.

“Kayaknya sudah berangkat deh Bun, waktu Bunda lagi cuci baju di belakang” jawab kakak.

Hmm… jadi penasaran, apa yang dilakukan Rasulullah ketika pergi meninggalkan rumah?

‘Aisyah berkata: “Rasulullah menciumku, kemudian beliau pergi ke mesjid untuk melakukan shalat tanpa memperbarui wudhunya” (HR Abdurrazaq, Ibnu Majjah, Aththabrani, dan Daraqutni)

Sebelum meninggalkan rumah, tak lupa Rasulullah berdoa:

بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Bismillaahi Tawakkaltu ‘Alallaah Laa Haula wa Laa Quwwata Illaa Billaah

“Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya.”

Dilanjutkan dengan doa ini:

اللّهُـمَّ إِنِّـي أَعـوذُ بِكَ أَنْ أَضِـلَّ أَوْ أُضَـل ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَل ، أَوْ أَظْلِـمَ أَوْ أَُظْلَـم ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُـجْهَلَ عَلَـيّ

Allaahumma Innii A’uudzubika an Adhilla au Udhalla, au Azilla au Uzalla, au Azhlima Au Uzhlama, au Ajhala au Yujhal ‘Alayya

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan diriku atau disesatkan orang lain, dari ketergelinciran diriku atau digelincirkan orang lain, dari menzhalimi diriku atau dizhalimi orang lain, dari berbuat bodoh atau dijahilkan orang lain.”

MasyaAllah….

Ternyata begitulah cara suami meninggalkan istrinya di rumah...

Sungguh indah, penuh kesan...

Mencium dan mendoakan. Mudah dan sederhana, tapi dalam maknanya...

Kita tidak pernah tahu kapan ajal menjemput. Sebagaimana kita tahu, melepas suami pergi bekerja itu adalah sama dengan melepas suami pergi berjihad.