Rabu, 17 Juni 2015

Ilmu, rizki dan amal

Ilmu, Rizki, dan Amal

Oleh: Prayogo

(Seperti telah dimuat di milis ITB-79, 15 Feb 2013)

Teman-temanku rahimakumullah

Dunia bukanlah segala-galanya, akan mengalami kehancuran. Ia hanya jembatan penyeberangan belaka. Segala prasarana dan sarana yang AllahSubhanahu wa Ta’ala adakan di dunia ini harta, kekuasaan dan lain2, semestinya dioptimalkan sebesar-besarnya untuk kepentingan yang lebih besar, meraih kehidupan akhirat yang paling baik.

Karena itu pada hakikatnya dunia tidak tercela dzatnya. Pujian atau celaan tergantung pada tindak tanduk seorang hamba dalam menjalani siklus kehidupan di dunia. Kehidupan yang baik yang diperoleh penduduk surga, tidak lain karena kebaikan dan amal shalih yang telah mereka tanam ketika di dunia. Maka dunia kampung jihad, shalat, puasa, dan infak di jalan Allah, serta medan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Allah berfirman:

(kepada mereka dikatakan): “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”. (QS al-Haqqah/69:24)

Teman-temanku ingatlah terhadap empat hal:

1. Aku tahu bahwa rezkiku tidak akan dimakan orang lain, maka tentramlah jiwaku

2. Aku tahu bahwa amalku tidak akan dilakukan orang lain, maka akupun disibukkannya

3. Aku tahu bahwa kematian akan datang tiba-tiba, maka segera aku menyiapkannya

4. Dan aku tahu diriku tidak akan lepasdari pantauan Allah, maka aku akan merasa malu kepada-Nya

Dalam kesempatan ini marilah kita mendulang faedah dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu dibaca setiap pagi hari setelah shalat shubuh sebelum beliau melakukan aktifitas kesehariannya. Sebuah doa yang berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari salah seorang isteri Nabi Ummu Salamah radhiyallahu anha

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً.

 

Allohumma innii as-aluka ‘ilman naafi’aa, wa rizqon thoyyibaa, wa ‘amalan mutaqobbalaa.

“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezki yang halal dan amal yang diterima.”

Seorang muslim yang berusaha meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendaklah mempelajari pelajaran dan mutiara hikmah yang terkandung dalam doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Agar kita dapat membacanya dengan hati yang utuh, dengan menghadirkan jiwa & dapat mengamalkan konsekuensi2 dari doa yang kita baca tsb sesuai dengan tuntutan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Marilah kita memetik beberapa pelajaran2 yang dijelaskan para ulama Islam tentang hadits sekaligus doa yang senantiasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Pelajaran 1: Seseorang hendaknya menentukan tujuan sebelum beraktifitas. Karena ini adalah salah satu kunci sukses dalam hidup. Dan tujuan seorang muslim dalam aktifitas sehari-hari adalah 3 hal

Pelajaran 2: Seorang muslim hendaknya selalu meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam mewujudkan / merealisasikan tujuannya, cita2 yang ingin dia dapatkan. Ia harus memperdalam tawakalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia harus menancapkan di dalam sanubarinya prinsip laa haula wa laa quwata illa billah (Tidak ada daya & kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala). Lihat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau adalah kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala , beliau tidak pernah menggantungkan asanya dengan dirinya sendiri. Beliau berdoa, meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala setiap pagi untuk diberi ilmu yang bermanfaat, rizki yang halal & baik, dan amal yang diterima. Beliau Nabi, beliau pemimpin ummat manusia, namun begitu besar tawakalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, begitu besar pengharapan beliau kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan beliau selalu meminta pertolongan kepada Allah .Subhanahu wa Ta’ala. Berbeda dengan Karun yang meyakini bahwa kekayaannya diperoleh karena keahlaiannya semata. Pola pikir semacam ini menyebabkan Karun diadzab ditelan bumi. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. (QS al-Qashash/28: 78).

“Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS al-Qashash/28: 81).

Ingkar terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dan beranggapan bahwa rezeki dan keberhasilan adalah hasil dari kecerdasan dan kerja keras manusia semata menjadi penyebab hancurnya segala kenikmatan. Oleh karena itu marilah kita perbesar  tawakal kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla

Pelajaran 3: Bahwa permintaan 1 yang diminta oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bersumber dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala & hadits2 shahih dengan pemahaman yang benar, pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam & para sahabatnya. Ilmu yang melahirkan & menumbuhkan rasa takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla  dan membuat kita beramal yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar yakni menjalankan perintah2-Nya dan menjauhi larangan2-Nya. Inilah ilmu yang bermanfaat. Ilmu ini akan membuahkan buahnya yang terpenting yaitu khosyatulloh (takut kepada Allah), sebagaimana firman Allah  ‘Azza wa Jalla.

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang berilmu” (QS. Fathir/35: 28)

Dan sekaligus doa di atas memerintahkan kita untuk berusaha menuntut ilmu agama agar tercipta persatuan antara doa & ikhtiar seorang anak manusia. Tuntutlah ilmu agama agar kita mendapat ilmu yang bermanfaat sebagaimana yang kita minta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Karena ibadah ini, ibadah yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala  sebagaimana disabdakan

 طلب العلم فريضة على كل مسلم

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala  mewajibkan kita shalat 5 waktu Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mewajibkan kita menuntut ilmu agama. Sebagaimana Allah mewajibkan kita puasa ramadhan, Allah pun mewajibkan kita untuk melangkahkan kaki kita, meluangkan waktu kita, mencurahkan tenaga & pikiran kita untuk mengkaji firman2 Allah dan untuk membahas sunnah2 Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu marilah kita menuntut ilmu agama sehingga kita mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Pelajaran 4: Permintaan ke 2 yang diminta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah rezki yang halal & baik. Oleh karena itu seorang muslim hendaknya selalu meminta rezki yang halal & baik dan berusaha mencari rezki yang halal tersebut. Hendaklah ia memperhatikan darimana ia mendapatkan hartanya, apa hukum profesi yang digelutinya. Agar dia dapat memastikan bahwa seluruh yang ia konsumsi, istrinya, anak2nya berasal dari harta yang halal. Jangan sampai ada satu suappun berasal dari harta yang haram. Mengapa demikian?  Karena apabila kita mengambil rezki yang haram,

yang kita pertaruhkan adalah terkabulnya do’a2 kita. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah Maha baik, tidak menerima kecuali yang baik-baik.” Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh sampai kusut tampangnya dan penuh debu, ia mengangkat tangannya ke langit sambil berseru, “Ya Rabb, Ya Rabb.” Sementara makanannya, minumannya, dan pakaiannya adalah haram. Iapun dikeyangkan dari sesuatu yang haram. Maka bagaimana akan dikabulkan doanya. (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim)

yang kita pertaruhkan amal ibadah kita, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Tidak akan diterima shalat tanpa bersuci dan tidak akan diterima sedekah dari hasil khianat (harta yang haram)” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim)

yang kita pertaruhkan masa depan kita di akhirat, negeri yang abadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya.” (HR Ahmad dan ad-Darimi, dishahihkan oleh al-Albani)

Mencari rezeki harus dilandasi dengan niat yang ikhlas. Kita banyak mengenal dalam kehidupan bagaimana seorang ayah, seorang suami yang berletih-letih mencari rezki akan tetapi ia tidak pedulikan apakah itu halal atau haram. Bagaimana uang yang didapat dengan keletihan, dengan segala daya & upaya yang dia miliki dihambur2kan, dibuang, tidak berarti  oleh anak2 dan istrinya kepada sesuatu yang tidak ada manfaat bagi dunianya & akhiratnya. Dia tidak bisa berbahagia dengan keluarganya. Siangnya dia habiskan di perusahaannya malamnya dia habiskan bersama teman2 bisnisnya. Begitu hari2nya. Dia terjerumus kedalam maksiat2 yang akhirnya menjebabkan dia dalam su’ul khatimah di akhir kehidupannya. Dan di akhir kematiannya anak2nya mengasah parang berebut harta warisan.

Lihat bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mencoba orang tersebut dengan rezki yang dia cari. Allah binasakan dia, Allah celakakan dia, Allah habiskan hidupnya akibat dari rezki yang dia cari dengan tidak halal.

Sebaliknya berapa banyak seorang suami, seorang laki2 mencari rezeki di landaskan keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tuntun hidupnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan berikan ketenangan, kebahagiaan kedalam hatinya & hati orang2 yang bersamanya, istri & anak2nya. Sehingga dengan ketenangan tersebut dia bisa menapaki kehidupan sekalipun menurut pandangan orang lain dia kekurangan.

Jaman yang telah disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  jaman yang tidak peduli dari yang halal & haram di saat itu pula kita dituntut untuk benar2 mencari harta yang halal. Kita mengharapkan setiap istri & anak menghantar kita setiap pagi kemudian membisikkan kata ke telinga kita yang seharus dihapal oleh suami atau ayah, wahai ayah, wahai suami, kami sabar atas lapar & haus di dunia akan tetapi kami tidak sabar api neraka jahannam di akhirat. Jika seandainya ini dibawa setiap suami atau ayah yang berangkat ke tempat kerja, ter-ngiang2 kata2 istri & anaknya untuk mencari harta yang halal saja yang bisa mendatangkan keberkahan, ketenangan, yang tidak di kejar2 dosa & maksiat. Maka niscaya apa yang terjadi di negara kita ini dari kerusakan, kehancuran, dari korupsi, dari perampokan, pencurian dan semacamnya akan hilang karena semuanya telah berusaha mencari harta yang halal.

Pelajaran 5: Permintaan ke 3 yang diminta Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah amal ibadah yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Doa ini menunjukkan amal ibadah kita tidak pasti diterima oleh Allah. Fakta ini didukung dengan berbagai dalil baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah. Diantara sebuah hadits riwayat Imam Ahmad didalam musnadnya.

“Betapa banyak orang yang berpuasa ia tidak mendapatkan ganjaran apa2 dari puasanya kecuali hanyalah lapar & dahaga. Dan betapa banyak orang yang shalat malam (shalat tahajjud) ia tidak mendapatkan ganjaran dari shalatnya kecuali rasa kantuk”

 

Ini menunjukkan tidak setiap amal yang dilakukan manusia pasti diterima, pasti membuahkan pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ulama kita telah menjelaskan amal ibadah apabila ingin diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, membuahkan pahala disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala maka pelakunya harus melaksanakan 2 syarat diterimanya amal ibadah.

Dalil dari dua syarat diterimanya amal ibadah disebutkan sekaligus dalam firman Allah Ta’ala,

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya“.” (QS. Al Kahfi: 110)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya. Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam..”

Al Fudhail bin ‘Iyadh tatkala menjelaskan mengenai firman Allah Ta’ala

“Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2), beliau mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas dan showab (mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”

Lalu Al Fudhail berkata,  “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan showab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan showab apabila mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Dua syarat diterimanya amalan ditunjukkan dalam dua hadits.

Hadits pertama dari ‘Umar bin Al Khaththabb, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena  Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita, pen)” (HR. Bukhari no. 6689 dan Muslim no. 1907)

Hadits kedua dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Dan

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”(HR. Muslim no. 1718.).

Dalam Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits ‘innamal a’malu bin niyat’ [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali

Teman2ku yang dirahmati Allah, hidup ini sangat singkat, hidup ini hanya sekali saja. Oleh kerena marilah kita isi hidup ini dengan mengamalkna doa yang disampaikan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam  dan membumikannya dalam kehidupan sehar-hari. Marilah kita menuntut ilmu agama, marilah kita mencari rizki yang halal, dan marilah kita berupaya dan berusaha untuk mengamalkan amal ibadah yang diterima oleh Allah, yang ikhlas kepada-Nya dan mengikuti tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar