Demikian juga dengan hadits. Sebelum mengamalkan hadits-hadits Rasulullah, seorang muslim harus memahami terlebih dahulu kandungannya. Hal ini dilakukan agar pemahamannya benar dan pengamalannya terarah. Langkah-langkah yang dilakukan untuk memahami hadits adalah: 1. Memahami Hadits dengan Tuntunan Al-Qur’an. Hadits adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an dalam syariat Islam. Hadits menerangkan dan merinci apa yang ada dalam Al-Qur’an. Tidak ada pertentangan antara Hadits dengan AlQur’an. Jika terdapat pertentangan, hal itu mungkin terjadi karena haditsnya tidak shahih atau kita sendiri yang tidak bisa memahaminya. 2. Mengumpulkan Hadits-Hadits yang Satu Tema dan Pembahasan pada Satu Tempat. Merupakan suatu keharusan untuk memahami hadits dengan pemahaman yang benar, yaitu mengumpulkan hadits-hadits shahih yang satu pembahasan supaya hadits yang mutasyabih (yang memiliki banyak penafsiran) bisa dikembalikan ke yang muhkam (maknanya jelas), dan yang ‘amm (maknanya umum) ditafsirkan oleh yang khashsh (maknanya khusus). Dengan cara ini, akan jelas maksud hadits tersebut, maka jangan mempertentangkan antara hadits yang satu dengan yang lainnya. 3. Mengkompromikan Hadits-Hadits yang Tampak Bertentangan. Pada dasarnya tidak ada pertentangan antara nash-nash Al-Qur’an dan Hadits yang shahih. Seandainya terjadi suatu pertentangan, maka itu anggapan kita semata, bukan hakikat dari nash-nash tersebut. Inilah keyakinan seorang mukmin pada hadits-hadits yang dapat dipercaya (hadits-hadits yang shahih atau hasan). 4. Mengetahui Nasikh dan Mansukh Suatu Hadits. Nasikh adalah hadits yang menghapus hadits yang Lain; Mansukh adalah hadits yang dihapus. Nasakh (hukum yang lama diganti hukum yang baru) dalam hadits memang terjadi. Seorang muslim yang mengamalkan suatu hadits tanpa mengetahui kalau hadits itu mansukh, berarti dia telah terjatuh ke dalam ilmu yang tidak diperintahkan syara’ untuk mengamalkannya. Sebab, kita tidak diperintahkan untuk mengamalkan hadits-hadits yang mansukh. Sementara nasakh adalah suatu ‘illat (penyebab) dilarangnya beramal dengan satu hadits (yang mansukh). 5. Mengetahui Asbabul Wurud Hadits. (Asbabul Wurud adalah Sebab-sebab disabdakannya suatu hadits). Untuk memahami suatu hadits dengan pemahaman yang benar dan mendalam, tidak boleh tidak, kita harus mengetahui situasi dan kondisi yang menyebabkan hadits itu diucapkan oleh Nabi. Biasanya, hadits datang sebagai penjelas terhadap kejadian-kejadian tertentu dan sebagai terapi terhadap situasi dan kondisi kejadian tersebut. Dengan begitu, maksud dari hadits itu dapat ditentukan dengan jelas dan rinci. Tujuannya tidak lain agar hadits itu tidak menjadi sasaran bagi dangkalnya perkiraan, atau kita mengikuti zhahir (lahiriah dari hadits tersebut) yang tidak dimaksudkan (oleh maknanya). 6. Mengetahui Gharibul Hadits. (Gharibul Hadits adalah Kata-kata yang Sulit dipahami pada teks hadits). Rasulullah SAW adalah orang yang paling fasih dalam mengucapkan bahasa Arab dan beliau berbicara kepada para sahabat dengan bahasa Arab yang jelas dan dikenal oleh mereka. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam memahami apa yang diinginkan dari lafazh yang diucapkan oleh Rasulullah SAW karena mereka adalah orang Arab asli, yang tidak pernah dimasuki (dipengaruhi) oleh bahasa orang ‘Ajam (orang non-Arab). Sehingga dibutuhkan keterampilan khusus dalam mendalami kata-kata yang gharib dalam hadits. 7. Merujuk Kitab-Kitab Syarah Hadits. Kitab-kitab yang berisi penjelasan dan keterangan dari matan [teks] Hadits. Termasuk menjadi langkah yang penting dalam memahami hadits-hadits Nabi adalah dengan merujuk kitab-kitab syarah. Sebab, di dalamnya terdapat penjelasan tentang gharib, nasikh-mansukh, fiqhul hadits, dan riwayat-riwayat yang tampaknya bertentangan. Sehingga seseorang yang merujuk kepada kitab-kitab syarah hadits akakn sangat terbantu dalam memahami isi kandungan suatu hadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar